Pages

Sunday, July 25, 2010

Gangguan Emosional Pada Anak dan Cara Mengatasinya


Perkembangan Anak merupakan sesuatu hal yang merupakan sesuatu yang selayaknya menjadi perhatian khusus bagi para orang tua karena tahap perkembangan pada masa kanak-kanak merupakan perkembangan emas bagi anak, sehingga ketika kita selaku orang tua kurang memberikan perhatian maka tentu akan mengganggu perkembangan anak itu sendiri, untuk mengtasi hal tersebut tentu kita harus mengenal gangguan-gangguan yang terjadi pada anak khususnya gangguan emosional sebagai berikut:
B. PERKEMBANGAN EMOSI
1. Gangguan Emosional pada Kanak-kanak
Terdapat beberapa gangguan emosional pada masa kanak-kanak sehingga terkesan dan sebagai penyebab ketakutan kanak-kanak untuk melakukan kegiatan. Antara Iain pada suasana yang gelap sehingga takut melakukan sesuatu pada malam hari di luar rumah; takut berhadapan dengan ‘seorang dokter karena pernah mendapat pengobatan yang berlebihan dosisnya (overdosis); karena tempramen orang dewa^a di rumahnya, misalnya sering dimarahi sehingga anak takut berhadapan dengan orang dewasa, baik dengan orang tuanya sendiri maupun orang lain.
Anak-anak yang sering mengalami gangguan semacam itu selalu merupakan masalah bagi para psikiater, kurang lebih 20-25% yang menderita gangguan tersebut. Dan hanya sekitar 1 di antara 5 orang anak yang mendapatkan perawatan dengan oaik. Gangguan semacam ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut hasil penelitian Pittsburgh diperoleh it.formasi bahwa 22% dari 789 anak usia antara 7-11 tahun sering mendapat perawatan dari seorang psikiater yang menyimpulkan masalah pada tahun-tahun pertama (Costello el al, 1988).Dari hasil penelitian lain diperoleh informasi bahwa terdapat 5 – 15% anak yang mengalami gangguan, namun prosentase yang rendah ini mewakili 3-9 juta anak (Knit7.cr,1984; US Department of Health and Human Sendees, USDHHS, 1980).
Anak laki-laki di Afrika d?n Amerika, dan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu, mengalami risiko yang ‘inggi, karena tekanan hidup dan stres selama hidupnya, akibatnya mereka sering kali mengulang kelas di sekolahhya. Hal ini juga dapat disebabkan karena orang tuanya sering kali bermasalah dengan psikiater (Costello, et. al., 1988). Beberapa masalah kelihatannya berkaitan dengan fase tertentu dalam kehidupan anak dan ‘dibiarkan hilahg dengan sendirinya. namun bagi yang lain memerlukan perawatan yang baik untuk meneegah timbulnya berbagai masalah waktu-waktu yang akan datang.
2. Beberapa Tipe masalah emosional
Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya; mereka menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain. Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar dari emosional yang terganggu. Sekalinun demikian pada umumnya anak-anak berusaha merubahnya dan menutupi periiaku mereka dengan mengemukakan alasan untuk dapat dipercayai oleh orang lain, menutupi kebohongannya dengan maksud menghindari hjkuman karena perbuatannya. Akan tetapi ketika anak telah berusia lebih dari 6 atau 7. tahun sekalipun mereka tetap membuat cerita yang bohong, mereka merasa sadar dan tidak aman perasaannya. Oleh karena itu dia membuat ceritfra yang muluk-muluk agar orang lain percaya kepadanya; dapat pula mereka lakukan berbuat bohong tersebut karena untuk menyenangkan orang tuanya. (Chapman, 1974).
Sering kali juga terjadi pencurian kecil-kecilan yang dilakukan oleh anak-anak. Namun hal semacam ini tidak selamanya merupakan perbuatan yang salah. Kecuali apabila perbuatan semacam itu dilakukan secara terus-menerus terhadap orang ruanya atau bahkan dilakukan secara terbuka terhadap orang lain; mereka dapat ditangkap, namun untuk kesekian kalinya mereka berusaha ingkar dan berusaha menyenangkan atau mengelabui orang tuanya. Seiiap periiaku anti sosial yang kronis harus dianggap sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.
3. Gangguan kecemasan
Berbagai gangguan kecemasan dimulai pada masa . kanak-kanak. Gangguan keinginan tersebut dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia) sekolah. Gangguan keinginan terpisah dari orang yang terdekat disebabkan berbagai hal yang berbeda-beda dan dnpnt berakibat anak mengalami sakit kepala. sakit perut dan sebagainya. Akan tetapi kondisi semacam ini sangat berbeda di antara anak-anak yang berusia satu atau dua tahun yang mengalami gangguan keinginan terpisah.
Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak mau berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan sampai dewasa usia mahasiswa.
4. Takut Sekolah
Suatu ketakutan yang tidak realistik adalah apabila seorang anak tidak mau sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah. Ketakutan terhadap guru yang keras fga’ak) atau mendapat tuga< yang berat di sekoiah. Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal in bukannya dLebabkan oleh anak i.Velainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah perlu dirubah. Berkaitan dengan masalar tersebut, apa yang dapat kiti hkukan? Pertama, dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas. Orang tua mereka tahu bahwa anak-anaknya tidak hadir di sekolah. Namun anak-anak tersebut dapat memperoleh nilai rata-rata,bahkan lebih tinggi daripada temanriya, memiliki intelegensi melebihi rata-rata dan merupakan anak yang baik. Usianya antara 5 sampai 15 tahun dan dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Sekalipun mereka datang dari beibagai keluarga dengan latai belakang yang berbeda, namun orang tuanya cenderung profesional. Orang tua mereka justru lebih menyukai/mencintai mereka dan bukannya suka menekan anak-anaknya; gangguan keinginan tersebut disebabkan oleh periiaku anak itu sendiri. Unsur yang paling penting dalam memperlakukan anak yang takut (phobia”) pada sekolah dapat dimulai sejak dini dan dilakukan secara terus menerus. Apabila perlakuan semacam ini dilakukan secara teratur dan dibimbing dengan baik, maka pada saat kembali ke sekolah anak tersebut tidak akari mengalami kesukaran apapun. Berbagai penelitian yang dilakukan beberapa waktu belakangan ini hasilnya kurang jelas. sekalipun dapat menentukan bahwa perlakuan yang baik dapat menolong anak menyesuaikan diri pada lingkungannya (D.Gordon & Young, 1976).
5. Kematangan Sekolah
Kematangan sekolah merupakan suatu kondisi di mana anak telah memiliki kesiapan cukup memadai, baik dilihat dari fisiknya maupun mental, untuk dapat memenuhi tuntutan pendidikan formal. Dalam hubungan tuntutan yang bertalian dengan aspek penguasaan materi atau bahan pelajaran, dan kemampuan membina interaksi antara teman-teman sebaya, baik teman satu kelas maupun teman dari kelas lain, berinteraksi dengan guru, kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya. Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau enarn tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di sekolah, antara lain, anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai penggunaan alat tulis dengan betul, dan dapat menerima makanan padat. Di samping itu perkembangan kognitif yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya anak mulai dapat membaca dan menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat penting karena merupakan dasar untuk memahami seluruh materi atau bahan pelajaran yang diberikan di sekolah.
Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses buang air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan teman laki-laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan benar.
Kemampuan dasar lainnya ialah tehwa anak telah mampu mengembangkan hubungan emosional yang sehat dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Pada saat mulai masuk sekolah anak tidak memiliki rasa kecemasan karena terpisah dengan orang tuanya. Selain menerima kasih sayang anak juga telah mampu memberikan kasih sayang kepada teman sebayanya maupun kepada orang lain. Mai semacam ini juga dapat mendukung kemampuan anak pada saat belajar di sekolah.
6. Depresi pada masa Kanak-Kanak
Anak-anak yang mulai sadar akan popularitas sering kali mengatakan, “tidak ada orang seperti saya”. Namun ketika ucapan tersebut ditujukan kepada Kepala Sekolah oleh seorang anak berusia 8 tahun yang kebetulan teman kelasnya telah menuduh dia mencuri dompet gurunya, hal semacam ini merupakan tanda bahaya bagi sekolah. Akibatnya anak tersebut tidak suka dan tidak mau datang lagi ke sekolab ‘rarena malu. Untunglah bahwa anak yang tertekan tersebut jarang yang berkepanjangan, walaupun angka bunuh diri pada anak-anak muda meningkat. Gejala-gejala dasar yang mempengaruhi gangguan tersebut adal.iii serupa pada masa kanak-knnnk hingga dewasa. llanya pada usia tertentu yang terdapat seilikit perlx-daan, Keakraban hanya merupakan salah satu tanda dari masa kanak-kanak yang mengalami depresi. Gangguan tersebut juga dapat mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak dapat berkonsentrasi dan menunjukkan berbagai reaksi emosional yang normal: Anak-anak yang mengalami oepresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak. Gejala-gejala depresi antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan kurang, mulai berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Takut sekolah atau sering kali memikirkan bunuh diri (Malmquist, 1988, Poznanski, 1982). Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak seperti anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya, namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan tersebut.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui penyebab timbulnya depresi semacam ini secara tepat. Para orang tua yang memiliki anak yang menderita depresi merasa seakan-akan dia sendiri yang sedang mengalami depresi. Ada yang berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa depresi tersebut dikar;nakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan (Weisseman et al, 1987). Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul dan tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe, Carella & A’iderte, 1986).
7. Perawatan problema emosional
Pilihan untuk perawatan secara khusus untuk gangguan tertentu sangat tergantung pada berbagai faktor, misalnya problema yang bersifat alamiah, kepribadian anak. kesediaan orang tua untuk berpartisipasi, kemudahan diperolernya perawatan dalam masyarakat sosial ekonomi orang tua dan orientasi profesional pada pertama kali berkonsultasi.
Beberapa jenis Terapi
Perawatan secara psikologis dapat dilakukan dengan beberapa cara: pertama tempi secara individual, yaitu dengan melihat anak satu persatu, membantu agar anak dapat mengenal dirinya atau kepribadiannya dan hubungannya dengan orang lain, dan mengintepretasikan perasaan dan perilaku anak. Cara demikiau dapat menolong anak pada suatu waktu yang sedang mengalami stres.berat daiam hidupnya, seperti baru saja ditinggalkan orang tuanya untuk selama-larmnya. Sekalipun kadang-kadang anak tidak memperlihatkan bahwa dia seding mengalami gangguan. Para ahli terapi dapat menerima berbagai perasaan yang dikemukakan anak, dan anak memang be’rhak untuk menyatnkan perasaan tersebut. Psikoterapi anak biasanya akan lebih efektif apabila dikombinasikan dengan memberikan konsultasi pada orang tuanya.
1. Terapi jangka pendek dan jangka panjnng
Terapi merupakan penetapan sistematik dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu kondisi atau perilaku yang dianggap menyimpang, dengan tujuan melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud dapat berarti menghilangkan, mengurangi, meningkatkan atau memodifikasi suatu Kondisi a^au perilaku tertenlu. Misalnya anak yang menderita fobLi dilatih agar mengurangi rasa takutnya hingga mencapai kadar yang wajar. Secara umum, terdapat dua jenis terapi utama, yaitu pertrma, terapi yang diiakukan dalam jangka pendek, biasanya berkaitan denpin mnsnlah ringan, yang dapat diselesaikan dengan metode memberikan dorongan (encouragement), dukungan, memberi ide-ide bagtis, menghibtir atau membujuk anak agar mau berbuat sesuatu. Kedua, dilakukan dalam jangka waktu panjang, yaitu bertalian dengan berbagai masalah yang memerlukan keteraturnn dan kontinuitas demi terciptanya perubahan perilaku anak. Sebagai contoh dapat dikemukakan antara lain terapi bermain dan terapi keluarga.
a. Terapi bermain
Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang bermasalah, dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Untuk pelaksanaannya biasanya disediakan ruangan khusus yang telah diatur sedemikian rupa sehinggi anak bisa bersantai, dan dapat mengekspresikan segala perasaan dengan bebas. Dengan metode ini dapat diketahui permasalahan yang sedang dihadapi oleh seorang anak, selanjutnya diusahakan suatu metode yang tepat bagnimaria mengatasi atau memecahkan masalah tersebut.
b. Terapi keluarga
Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang memiliki permasalahan dalam lingkungan keluarga saling akrab satu sama lain saling cinta mencintai saling mendukung atau menggambarkan bantuan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu untuk melaksanakan terapi ini perlu kehadiran seluruh keluarga, atau minimal anggota keluarga yang paling dekat dengan anak tersebut. Dalam ha! ini usaha pembinaan dan bimbingan dari keluarga yang lebih tua sangat dibutuhkan.
c. Terapi perilaku atau modifikasi perilaku
Metode ini diterapkan dengan inempergunakan teori belajar untuk mengubah perilaku anak Yaitu dengan menghilangkan perilaku yang tidak disenargi seperti pemarah, atau mengembangkan keinginan, misalnya mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Para ahli terapi perilaku tidak mencari alasan yarg berkaitan dengan perilaku tersebut atau tidak mencoba menawarkan tilikan anak padi dirinya sendiri secara khusus dalam situasi tertentu, akan tetapi tujuan mereka adalah mengubah perilaku anak. Ahli tersebut mempergunakan peran yang dikondisikan untuk mendorong agar anak melakukan sesuatu, misalnya menaruh pakaian kotor ke dalam ember. Demikian anak melakukannya berkali-kali apabila hasilnya bak dia mendapat rework (hadiah), misalnya dengan memberikan pujian atau hadiah berupa mainan.
3. Efektivitas terapi
Pada umumnya terapi psikologik sangat fnembantu (RJ Casey & Berman, 1983). Pada tinjauan (review) 75 hasil studi, diperoleh informasi bahwa anak-anak yang memperoleh perawatan mendapat skor lebih baik daripada anak-anak yang tidak memperoleh perawatan. Skor tersebut diperoleh dari beberapa pengukuran (measures) yang mencakup konsep diri, penyesuaian, kepribadian, keterampilan sosial kemampuan di sekolah, fungsi kognitif dan resolusi atas rasa takut dan keinginan.
Perawatan untuk berbagai masalah khusus, misalnya karena terlalu aktif akan lebih banyak daripada terapi yang tujuannya untuk penyesuaian sosial yang lebih baik. Tidak seorang pun yang dapat memberikan terapi secara keseluruhan, misalnya bag! seorang nnak atau kelompok atau perawatan bagi anak dan orang tuanya sekaligus; sebaiknya suatu perawatan untuk masalah tertentu saja (Tuma, 1989). Terapi perilaku khusus diterapkan secara efektif •untuk rasa ketakutan (phobi) dan berbagai masalah umum dengan kontrol diri.
Obat-obatan dapat menolong perawatan bagi anak yang menderita gangguan, namun jangan mengabaikan psikoterapi. Biasanya penggunaan obat-obatan dikombinasikan dengan perawatan Iain agar dapat lebih efektif. Akan tetapi penggunaan pil untuk mengubah perilaku anak merupakar langkah yang sangat radikal. Dalam beberapa kasus obat-obatan dapat menghilangkan gejala perilaku, namun tidak dapat menghilangkan penyebab peny^kitnya. aktivitas oleh raga, dan memenuhi berbagai kebutuhan emosional orang tuanya. Dari tayangan TV dan berbagai masalah kehidupan orang dewasa, anak-anak dihadapkan pada berbagai nersoalan yang seharusnya dialami oleh orang dewasa, sehingga harus dapat menguasai masalah tersebut sejak masa kanak-kanak. Sebenarnya anak-anak ukannya orang dewasa kecil. Mereka merasa dan berpikir sebagaimana urrumnya anak seusia mereka, pada masa tersebut mereki memerlukan perktmbangan yang sehat bagi anak-anak srbagaimana seharusnya.

Mengatasi Stres: Anak yang elastis
Berbagai reaksi anak terhadap gangguan stres sangat tergantung pada beberapa faktor sebagaimana faktor itu sendiri. Terdapat perbedaan aritara anak prasekolah dengan anak remaja. Demikian pula perbedaan jonin kelamin (sex) akan memberikan reaksi yang berlainan. Anak laki-laki biasanya lebih kritis daripada anak perempuan (Rutter, 1984). Sekalipun demikian untuk anak yang jenis kelamin dan usianya sama jika menghadap: stres mereka akan berlainan reaksinya. Mengapa? Hal tersebut mungkin terdapat faktor- faktor tertentu yang lebih dominan terhadap kehidupan anak tersebut.
Diana E. Papilia, Sally Wendkos Olds, dalam Human Development menyatakan bahwa: Selama beberapa tahun belakangan ini, orang t’.ia pada umumnya sangat menaruh perhatian kepada • berbagai hal. Yang membahayakan dan dihadapi oleh anak-anak, sehingga menaruh perhatian pula terhadap kekhawatiran anak berkaitan dengan pertumbuhan kepribadian atau adanya berbagai pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan jiwa anak, misalnya: rasa kesepian, AIDS, obat bins atau obat terlarang, adanya perilaku kriminal di lunr, atau siiasana peperangan yang menyebabkan anak selalu merasa ketakutan. Bahaya-bahaya tersebut menimbulkan kecemasah bagi anak-anak; sekalipun demikian anak-anak lebih merasa takut terhadap kehidupan para remaja setiap harinya. Menurut hasil penelitian di enam negara: Australia. Canada, Mesir, Jepang, Philipina dan Amerika Serikat anak-anak di seluruh dunia sering kali merasa takut terhadap benda-benda yang memang mereka takuti, artinya tidak hanya paaa anak-anak atau remaja saja (Yamamoto, Soliman, Parsons & Davias, 1987).
Ketika pada anak-anak kelas tiga sampai kelas sembilan disuruh menyusun 20 kejadian yang menyebabkan dia takut anak-anak dari setiap negara tersebut memberiknn alasan yang sama, yaitu mereka paling takut apabila ditinggalkan orang tuanya. Walaupun demikian. anak-anak juga merasa takut apabila berbuat kesalahan atau melakukan sesuatu yang tidak baik, nrsalnya dikirim kepada Kepala Sekolah. Anak-anak kurang memperhatikan pada kelahiran keluarga baru (adik) karena terlalu sibuk aktivitas di luar rumah hanya sebagian kecil saja yang menaruh perhatian pada hadirnya keluarga baru. Anak laki-laki maupun perempuan mengemukakan alasan yang sama, demikian pula bagi yang usianya berbeda.
Pada umumnya anak-anak tumbuh dan dapat menikmati kehidupan di sekolah dengan baik namun pada siaiasi tertentu mereka merasa tidak senang dan tidak aman, hal ini disebabkan oleh anak anak lain (teman di sekolah) yang kadang berbuat nakal atau tidak menyenangkan hati anak tersebut sehingga menimbulkan rasa takut pada anak. Orang dewasa mengurangi bahkan menghilangkan rasa takut tersebut dengan memberikan motivasi mendiskusikun masalah yang ditakutkan oleh anak-anak sekalipun rasa takut tidak dapat dihilangkan seluruhnya, namun tindakan orang tua tersebut dapat menimbulknn rasa berani dan harga diri pada anak, sehingga tidak selalu diliputi rasa takut, namun keadaan demikian termasuk normal, untuk mencegahnya dengan membantu anak-anak dapat tumbuh, mencapai identitasnya dan dapat menguarai dunianya.

0 komentar:

Post a Comment