Pages

Friday, December 25, 2009

Penilaian Pembelajaran Membaca

PENILAIAN PEMBELAJARAN MEMBACA


A. Hakikat Membaca
Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memroses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna (Vacca, 1991: 172). Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak ada criteria tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar. Menurut Harris dan Sipay (1980: Membaca sebagai suatu kegiatan yang memebrikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis. Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan ketrampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh penulis. Dilain pihak, Gibbon (1993: 70-71) mendefinisikan membaca sebagai proses memperoleh m,akna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptfi saja, melainkan mengehdaki pemba auntuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang “bidang” pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.
Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual (Smith, 1985: 12). Informasi visual, merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan, maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalamn penafsirannya (Anderson, 1972: 211). Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan. Permaalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis. Menurut Wilson dan peters (dalam Cleary, 1993: 284) bahwa membaca merupakan suatu proses menysun makna melalui interaksi dinamis diantara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II tahun 1995, membaca berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Makna lain dari membaca adalah menduga, memperhitungkan, dan memahami. Berdasarkan arti membaca tersebut, pengertian membaca mencakup dua hal. Pengertian yang pertama yaitu membaca teks-teks yang terurai dari huruf demi huruf kemudian membentuk kata lalu terangkai dalam kalimat dan padu dalam paragraf. Pengertian yang kedua yaitu membaca fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta. Membaca sesuai pengertian ini misalnya memikirkan bagaimana terjadinya siang dan malam, peredaran planet-planet mengelilingi matahari, dan penciptaan makhluk.
Terdapat beberapa alasan mengapa kita harus senantiasa membaca. Pertama, membaca sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Menurut pengertian yang pertama, hal ini jelas sekali. Orang yang gemar membaca teks-teks yang ada, akan sangat jelas berbeda dengan orang yang jarang membaca. Berdasar pengertian yang kedua, yakni membaca fenomena-fenomena alam. Hal ini telah dicontohkan oleh ilmuwan-ilmuwan tingkat dunia. Misalnya ditemukannya Hukum Gravitasi oleh Isaac Newton. Seorang Isaac Newton, suatu ketika sedang duduk-duduk di bawah pohon, tiba-tiba melihat buah Apel yang jatuh dari dahannya. “Mengapa Apel itu jatuh?” gumamnya dalam hati. Berawal dari proses membaca (memperhitungkan) inilah akhirnya ditemukan Hukum Gravitasi Bumi. Kedua, membaca merupakan sarana pergaulan. Seorang Thukul Arwana yang bertampang ndeso memiliki hobi membaca. Dalam tayangan talk show-nya, kadang-kadang Thukul menyelipkan pengetahuan-pengetahuan yang didapat dari membaca. “Mbak yang cakep ini bintangnya Libra, o… kalau Libra itu orangnya bla.. bla.. bla.. “. Seorang Thukul lebih mudah bergaul dengan sang bintang tamu berkat apa yang pernah dibacanya. Ketiga, membaca merupakan salah satu sarana hiburan. Ada banyak sekali bacaan yang dapat menghibur kita, baik itu berupa komik, cerpen, novel, serial detektif bahkan sampai kisah horor sekalipun. Keempat, membaca dapat mendatangkan uang. Pernah suatu ketika peserta kuis yang menjanjikan hadiah satu miliar rupiah adalah seorang loper koran. Peserta tersebut akhirnya mampu memenangkan hadiah sebesar Rp 500 juta. Ini adalah buah dari ketekunan membaca. Kelima, membaca dapat menjadi sarana mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Membaca dalam hal ini adalah kemampuan membaca (memahami) apa-apa yang nampak di permukaan bumi. Udara yang kita hirup setiap hari, cahaya matahari yang kita nikmati sehingga kita dapat melakukan banyak aktifitas, itu semua merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada kita tanpa dipungut biaya sepeserpun. Oleh karena itu bagi kita yang mampu membaca (memahami) akan hal tersebut, dapat menjadikan sarana untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Keenam, membaca sebagai sarana koreksi diri. Terjadinya berbagai macam bencana yang akhir-akhir ini melanda bangsa Indonesia seperti kebakaran hutan, gempa bumi, banjir, dan tanah longsor merupakan peringatan dari Tuhan. Sehingga bagi kita yang mampu membaca (memahami) akan hal tersebut dapat menjadikan sarana untuk melakukan koreksi diri, karena kerusakan-kerusakan yang terjadi di permukaan bumi pada dasarnya karena ulah manusia itu sendiri.
Begitu pentingnya membaca, dalam agama Islam pun perintah yang pertama kali diturunkan kepada umat manusia adalah perintah membaca seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al ‘Alaq (Segumpal Darah) Ayat 1 sampai 5. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Sangat tegas sekali bahwa hal yang pertama kali diperintahkan adalah perintah untuk membaca. Bukan perintah untuk berpuasa, zakat bahkan sholat sekalipun, apalagi perintah untuk sekedar ngobrol ataupun kongkow-kongkow (halah!)
Hasil membaca tidak dapat kita nikmati secara instan, namun yang pasti akan bermanfaat suatu hari nanti. Bagi kita yang sudah hobi membaca pertahankan dan tingkatkan kuantitas dan kualitas bacaan kita. Bagi kita yang belum terbiasa membaca, cobalah mulai sekarang membiasakan diri untuk membaca meski hanya beberapa saat. Bahkan menurut para ahli, aktivitas membaca dapat dilakukan saat bayi masih berada dalam kandungan, yaitu dengan dibacakan cerita/dongeng oleh sang ibu.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.

B. Teknik-teknik membaca dan langkah pelaksanaannya
Membaca permulaan bertujuan memberikan kemampuan dasar untuk membaca yaitu siswa mengenal/ mengetahui huruf dan terampil mengubah huruf menjadi suara. Yang akan dibahas dalam tulisan ini bukan lagi tentang teknik membaca permulaan (kelas 1 dan 2 SD), tapi akan dibahas tentang teknik membaca lanjutan (dimulai di kelas tiga sekolah dasar). Tujuan membaca lanjutan ialah untuk memperoleh informasi secara cepat, tepat, dan lengkap.
Teknik Membaca Lanjutan
Berikut ini akan dibahas enam teknik membaca lanjutan yang perlu diketahui guru, yang berguna untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membaca.
1. Membaca Teknik (Membaca Bersuara)
Kurikulum 2004 tertera membaca teks bersuara, teks agak pendek, teks agak panjang, atau teks panjang (dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai). Membaca teknis bertujuan untuk menambah kelancaran siswa mengubah lambang-lambang tertulis menjadi suara atau ucapan yang mengandung makna. Membaca teknis menekankan pada segi “menyuarakan yang dibaca “. Pada tahap ini guru harus hati-hati dan mengawasi bagaimana menyuarakan lambang tertulis itu. Membaca teknis masih merupakan bagian terbesar dari kegiatan membaca di kelas I dan II sekolah dasar. Kegiatan membaca teknis makin menurun frekuensinya pada kelas tinggi sekolah dasar dan kegiatan membaca ini lebih ditujukan untuk memelihara dan melatih kemampuan membaca. Contoh membaca teknis ialah orang membacakan berita di televisi atau radio, membacakan puisi atau membacakan dongeng. Semua itu membutuhkan teknik membaca.
Dalam membaca teknis yang perlu diperhatikan adalah pelafalan vocal maupun konsonan, nada/lagu ucapan, penguasaan tanda-tanda baca, pengelompokan kata/frase ke dalam satuan-satuan ide, kecepatan mata, dan ekspresi.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan membaca teknis adalah sebagai berikut:
a. Siswa diberi waktu ± 5 menit untuk membaca bacaan yang disajikan dengan caranya sendiri. Tujuan kegiatan ini agar siswa mempunyai gambaran umum tentang bacaan yang akan dibaca, siswa juga dapat mempersiapkan cara mengucapkan kata-kata tertentu atau menentukan pemenggalan kalimat.
b. Siswa diberi kesempatan menanyakan kata-kata yang dianggap baru atau sulit, yang belum diketahui maknanya supaya siswa terbantu dalam menghayati maksud bacaan.
Ada dua kemungkinan jika siswa tidak mengerti arti/makna kata :
1. belum mengenal kata-kata yang dimaksud.
2. tidak mengenal konsep/makna sebuah kata.
Jika siswa tidak mengenal/tidak mengerti kata-kata yang dimaksud, guru menjelaskan dengan mengganti kata lain yang sama artinya. Tetapi jika disebabkan oleh kemungkinan yang kedua, guru diharapkan menunjukkan benda, gambar, atau memperagakan dengan perbuatan.
c. Melakukan tanya jawab dan guru menjelaskan struktur kalimat yang dianggap baru atau sulit, termasuk cara memenggal dan mengucapkan kalimat.
d. Guru memberikan contoh membaca yang baik dengan menonjolkan lafal kata, pemenggalan, lagu kalimat dan ekspresi. Contoh ini dapat pula dilaksanakan dengan jalan menunjuk dua atau tiga orang siswa yang dianggap cakap dalam membaca. Guru hendaknya memberikan penjelasan tentang :
1. perkataan mana yang penting dan harus dibaca dengan tekanan.
2. berhenti dan bernafas pada tempatnya.
3. tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
e. Mengadakan tanya jawab ringan tentang isi wacana, berurutan dari paragraf pertama sampai dengan terakhir. Cara ini bermanfaat untuk menolong siswa dalam menghayati maksud wacana yang disajikan, sebelum siswa mendapat giliran membaca.
f. Setelah itu guru memberikan giliran membaca kepada beberapa siswa, sambil memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa.
Pelajaran membaca teknis merupakan bagian dari pelajaran bahasa Indonesia dalam keterampilan membaca, karena itu tidak dibenarkan menggunakan satu pertemuan hanya untuk membaca teknis. Untuk mengindari kebosanan setelah memberikan giliran kepada sekitar 5 atau 6 orang siswa, di lanjutkan dengan keterampilan bahasa yang lain, misalnya keterampilan berbicara atau keterampilan menulis, dengan menuliskan kesimpulan bacaan tersebut.
2. Membaca Dalam Hati.
Membaca dalam hati ialah cara atau teknik membaca tanpa suara. Jenis membaca ini perlu lebih ditekankan kepada pemahaman isi bacaan. Dalam kurikulum 2004 tertera membaca sekilas, membaca memindai, membaca intensif, dan membaca ekstensif. Membaca jenis ini dapat digolongkan ke dalam membaca dalam hati. Membaca dalam hati berbeda dengan membaca teknis. Membaca dalam hati lebih banyak menggunakan kecepatan gerak mata, sedangkan membaca teknis lebih banyak menggunakan gerakan mulut. Mengingat gerakan mata lebih cepat menanggapi apa yang dibaca, maka membaca dalam hati lebih cepat prosesnya daripada membaca teknis. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menggunakan membaca dalam hati dalam kegiatan membaca / wacana apapun. Jangan biarkan siswa membaca menggunakan ujung jari atau mulut yang berkomat – kamit, karena kegiatan ini akan menghambat kecepatan siswa dalam membaca.
Membaca dalam hati dapat diperkenalkan sejak siswa berada di kelas II sekolah dasar, tapi secara intensif diberikan pada siswa kelas III dengan tujuan membaca dalam hati ialah melatih kemampuan siswa dalam memahami isi wacana /bacaan. Membaca dalam hati cocok untuk keperluan studi dan menambah ilmu pengetahuan / informasi. Setelah siswa membaca diberi tugas
untuk menjawab pertanyaan, bacaan ditutup. Pertanyaan yang diberikan berupa pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran.7) Guru hendaknya tidak hanya memberi pertanyaan ingatan, atau sebaliknya hanya memberi pertanyaan pikiran saja. Pertanyaan ingatan menanyakan tentang isi bacaan, sedangkan pertanyaan pikiran untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami / menanggapi seluruh isi bacaan. Pada saat awal siswa dikenalkan dengan membaca dalam hati, pertanyaan yang diberikan berupa pertanyaan ingatan. Makin meningkat kelasnya, pertanyaan pikiran harus mendapat perhatian guru, sebab dengan cara ini akan lebih mendorong siswa untuk giat membaca. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan membaca dalam hati adalah sebagai berikut:
Guru menerangkan kata-kata yang diperkirakan sulit atau baru bagi siswa. Sebagai variasi dan menghindarkan ketergantungan siswa terhadap penjelasan guru, dapat ditempuh dengan jalan memberikan daftar kata-kata sulit atau kata-kata baru dan siswa dilatih mempergunakan kamus untuk mencari katakata tersebut.
a. Guru memberi waktu ± 15 menit untuk membaca dalam hati suatu bacaan yang disajikan, sebaiknya bacaan yang berisi masalah baru. Waktu yang disediakan tergantung pada panjang pendeknya bacaan tersebut.
b. Setelah waktu yang ditentukan habis, siswa disuruh untuk menutup bacaan yang sudah dibaca, untuk menghindarkan siswa membaca kembali bacaan tersebut pada waktu ia menjawab pertanyaan bacaan.
c. Guru memberikan pertanyaan mengenai bacaan, baik pertanyaan ingatan maupun pertanyaan pikiran. Jawaban dapat disampaikan secara lisan untuk melatih keberanian siswa berbicara. Dapat pula secara tertulis untuk melatih kecermatan siswa dalam menulis.
d. Dalam praktek sehari-hari setelah langkah-langkah di atas dilakukan, biasanya dilanjutkan dengan membaca teknis atau membaca bahasa.

Catatan :
Merupakan cacat membaca dalam hati bila :
1. membaca dengan suara berbisik / bergumam.
2. bibir bergerak-gerak (komat-kamit)
3. kepala bergerak ke kiri dan kanan mengikuti baris-baris bacaan, atau
4. menunjuk dengan jari, pensil, dan lain-lain.
3. Membaca Cepat
Dalam kurikulum 2004 tertulis membaca intensif, membaca sekilas, dan membaca ekstensif. Semuanya itu dapat masuk ke dalam jenis membaca cepat. Tujuan yang hendak dicapai melalui membaca cepat ialah melatih kecepatan gerakan mata para siswa pada saat membaca. Membaca cepat perlu diajarkan kepada para siswa, karena pada saatnya kelak siswa harus dapat membaca suatu pengumuman, pemberitahuan, berita, dan tulisan-tulisan lain dalam waktu yang cepat.
Dalam kehidupan sehari-hari membaca cepat sangat dibutuhkan karena pada abad informasi ini kita dihadapkan pada berbagai sumber informasi yang sangat banyak jumlahnya dan tentunya kita tidak ingin tertinggal informasi. Pada tahap permulaan mengenalkan membaca cepat kepada siswa kelas III dan IV sekolah dasar, bahan bacaan hendaknya yang pernah dibaca siswa supaya tidak terhambat oleh istilah yang belum dikenal. Pada kelas ini para siswa sudah mampu membaca dengan baik dan lancar. Sedangkan pada kelas V dan VI dapat dilakukan 3 (tiga) kali dalam sebulan karena mustahil seseorang dapat membaca cepat tanpa latihan yang intensif dan berkesinambungan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan membaca cepat adalah sebagai berikut:
a. Untuk menghindari pemusatan perhatian dan melangkah mundur(mengulang bagian yang sudah dibaca sebelumnya), guru membicarakan bagian yang diperkirakan sulit.
b. Siswa diberi kesempatan membaca suatu bacaan dengan cepat dalam waktu telah ditentukan dengan aba-aba guru pada waktu memulai dan mengakhirinya. Kemudian memberikan siswa batas mengenai bahan yang sudah dibaca dan menghitung jumlah kata yang telah dibacanya.
c. Siswa diberi tugas menyebutkan/menuliskan bagian bacaan yang penting, mungkin berupa kata kunci, kalimat, atau paragraf.
d. Pada bagian akhir membaca cepat, guru memberikan tes untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menangkap isi bacaan yang telah dibacanya.
Kalau seorang siswa dapat membaca cepat namun tidak memahami isi bacaan tersebut, maka tujuan membaca cepat tidak tercapai.
Catatan :
- Untuk mengetahui kecepatan rata-rata membaca siswa hitunglah dengan rumus:
Jumlah kata yang dibaca
x 60 = kata / menit
Jumlah detik waktu membaca

- Untuk menghitung kecepatan efektif :
Jumlah kata yang dibaca
x % pemahaman isi bacaan = kata/menit
Waktu tempuh baca

Contoh :
Siswa yang berhasil membaca ± 600 kata dalam tempo 2 menit dan berhasil menjawab 3 buah pertanyaan bacaan dengan benar dari 5 soal yang tersedia, artinya kecepatan efektif siswa tersebut = 300 kata x 60% = 180 kata per menit 9)
4. Membaca Bahasa.
Membaca memindai, dalam kurikulum 2004, dapat digolong dalam membaca bahasa. Tujuan yang hendak dicapai dengan membaca bahasa ialah untuk menambah keterampilan siswa dalam menggunakan makna bahasa, makna kalimat/kata yang digunakan dalam konteks kalimat tertentu, penggunaan suatu kata dalam konteks yang berbeda-beda, ketepatan penggunaan imbuhan, tanda baca, dan susunan kata/kalimat. Membaca bahasa sudah dapat diajarkan kepada siswa kelas III sekolah dasar, sebab pada tahap ini siswa sudah mulai lancar membaca. Mula-mula bahan yang dibaca adalah bacaan yang pernah diajarkan kepada siswa, kelas IV, V, dan VI guru perlu mencari bacaan lain yang belum pernah diajarkan. Dalam kegiatan membaca bahasa, guru perlu menanyakan :
a. arti kata yang digunakan dalam pelajaran dan penggunaan kata tersebut dalam kalimat lain;
b. tepat atau tidaknya pemakaian kata dalam situasi yang digambarkan dalam suatu pelajaran;
c. penggunaan awalan, akhiran, dan sisipan;
d. penggunaan tanda baca seperti koma, tanda seru, tanda tanya, titik dua, dan sebagainya.
e. Penyusunan kata/kalimat baru yang lain
Dalam pelaksanaan membaca bahasa, dilakukan langkah-langkah berikut :
a Para siswa diberi kesempatan membaca dalam hati ± 5 menit. Kesempatan ini boleh diberikan lebih dari satu kali.
b Guru bertanya tentang kata, ungkapan, atau kalimat yang dianggap baru oleh siswa. Sebenarnya langkah ini hanya untuk mencocokkan apakah hal yang dianggap baru oleh siswa dan hal yang diperkirakan baru oleh guru itu sama.
c Pembahasan kata, ungkapan atau struktur kalimat disesuaikan dengan indikator yang akan dicapai.
d Latihan-latihan bahasa dikaitkan dengan hal yang dibahas. Latihan ini dapat berupa penggunaan kata atau ungkapan dalam kalimat, dapat berupa latihan membuat kalimat dengan struktur baru menggunakan kata yang dibahas tersebut.
5. Membaca Indah (Estetis)
Pokok masalah dalam membaca indah ialah cara membaca yang menggambarkan penghayatan keindahan dan keharuan yang terdapat pada bacaan. Dengan membaca indah siswa digugah rasa estetiknya, untuk terus diasah. Dalam kurikulum 2004 membaca indah dikaitkan dengan apresiasi sastra. Di Sekolah Dasar biasanya membaca indah bersuara, misalnya membaca puisi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam membaca indah.
a. Diberi tugas membaca dalam hati suatu bacaan; untuk dapat memahami isi bacaan dan siswa menghayati isi bacaan dan memiliki persiapan pengungkapan diri pada waktu membaca bersuara.
b. Pertanyaan ringan diajukan untuk mengetahui atau menyeragamkan pemahaman siswa terhadap bacaan yang disajikan.
c. Bersama siswa dibahas kesukaran bahasa yang ada agar tidak mengganggu pemahaman.
d. Guru memberikan contoh membaca yang baik, siswa ditugaskan menandai bacaan/ wacana yang perlu dibaca dengan suara lemah, kuat, atau cepat dan lambat.
e. Siswa diberi kesempatan untuk membaca bacaan tersebut dengan ekspresi yang tepat.
6. Membaca Bebas (Perpustakaan)
Tujuan membaca bebas ini ialah untuk menumbuhkan kegemaran membaca dan menambah pengetahuan. Di samping itu membaca juga merupakan rekreasi. Latihan membaca bebas pada hakekatnya bertujuan untuk menanamkan kebiasaan membaca.11) Dengan membaca bebas ini siswa dimotivasi untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca. Guru/pustakawan dapat mengontrol membaca bebas ini dengan menugaskan siswa menuliskan laporan dari buku yang telah dibaca, misalnya dengan menuliskan ringkasan isi atau pesan dari buku tersebut, kesimpulan dari bacaan tersebut, dsb. Langkah-langkah pelaksanaan membaca bebas (Perpustakaan) ialah sebagai berikut :
a. Apabila di dalam kelas para siswa telah menyelesaikan tugas mata pelajaran tertentu, sedangkan waktu masih ada, hendaknya siswa dianjurkan untuk memanfaatkan perpustakaan kelas/sekolah.
b. Siswa disuruh memilih buku yang disukai agar mereka gemar membaca.
c. Guru hendaknya ikut membaca bacaan yang dibaca siswa meskipun hanya garis besarnya saja. Hal ini perlu karena guru dapat mengetahui isi bacaan tersebut. Jika ada buku yang tidak pantas dibaca para siswa maka buku tersebut dikeluarkan dari perpustakaan kelas/sekolah.
d. Guru hendaknya selalu menanyakan isi buku yang dibaca siswa. Misalnya tentang tokoh cerita, alur cerita, atau hal-hal yang menarik bagi siswa. Dengan demikian guru dapat mengendalikan apa yang dibaca siswa dan pemanfaatan waktu luang tetap terjamin.
e. Siswa disuruh menceritakan kembali isi buku yang dibaca, baik di depan kelas untuk menumbuhkan keberanian berbicara, atau membuat rangkuman secara teratur untuk memupuk kemampuan menulis.

C. Evaluasi Kemampuan membaca
Membaca merupakan suatu keterampilan yang pemilikan keterampilannya memerlukan suatu latihan yang intensif, teratur dan berkesinambungan. Untuk menilai kegiatan membaca siswa, guru dapat berpedoman pada Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, untuk menilai prestasi siswa dalambelajar (dalam bidang studi apapun) perlu memperhatikan tiga ranah perilaku, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Alat penilaian yang tepat untuk menilai ranah pertama (kognitif) adalah teknis tes, sedangkan untuk kedua ranah terakhir lebih cocok mengguanakan teknis nontes. Bentuk-bentuk nontes ini dapat berupa wawancara (baik bebas maupun terpimpin), observasi (berstruktur dan tak berstruktur), angket, skala bertingkat dan lain-lain.
Aktivitas dan tugas membaca merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena kegiatan ini akan sangat menentukan kualitas dan keberhasilan seseorang didalam studinya. Pengukuran kegiatan membaca dapat mencakup dua segi, yakni kemampuan baca dan kemauan baca . Kemampuan membaca lebih berkaitan dengan aspek kognitif, sedang faktor kemauan berkaitan dengan aspek afektif. Untuk mengukur kemampuan membaca seseorang dapat dilakukan dengan teknis tes dengan mempertimbangkan anatomi pertanyaan membaca yang disarankan pada konsep Bloom. Anatomi pertanyaan Bloom tersebut terdiri atas pertanyaan yang berjenjang-jenjang, mulai tingkatan yang paling sederhana hingga tingkatan yang paling kompleks.
Anatomi pertanyaan membaca dimaksud meliputi tujuh jenjang, yakni jenjang pertanyaan ingatan, terjemahan, interpretasi, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk pembaca tingkat lanjut, pengunaan jenjang tes ingatan hendaklah dibatasi, karena tingkat tes itu kurang mengukur aspek pemahaman siswa. Bentuk soal kemampuan membaca sebaiknya dinyatakan dalam bentuk tes esai agar lebih dapat mencerminkan prosesbernalar siswa dengan segala kreativitasnya. Bentuk-bentuk tes esei ini dipandang baik penggunaannya untuk mengukur kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi siwa terhadap bacaan. Namun tidak berarti bentuk tes objektif tidak baik digunakan untuk mengukur kemampuan membaca siswa. Dalam situasi-situasi tertentu, bentuk tes ini mungkin lebih tepat penggunaannya.
Benyamin S. Bloom (1956) menyarankan tiga ranah penting yang perlu diperhatikan dalam penilaian pendidikan dan pengajaran tersebut lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom, yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Dalam kaitannya dengan pengajaran membaca, ketiga ranah Taksonomi Bloom tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Ranah kognitif dalam membaca dapat diartikan sebagai aktivitas kognitif dalam memahami bacaan secara tepat dan kritis. Aktivitas seperti ini sering disebut sebagai kemampuan membaca, atau lebih khusus disebut sebagai kemampuan kognisi.
b. Ranah afektif berhubungan dengan sikap dan minat/motivasi siswa untuk membaca ; misalnya sikap positif terhadap kegiatan membaca atau sebaliknya, gemar membaca, malas membaca dan lain-lain.
c. Ranah psikomotor berkaitan dengan aktivitas fisik siswa pada saat melakukan kegiatan baca. Aktivitas fisik pada saat membaca teknis atau membaca nyaring, tentu berbeda dengan saat melakukan kegiatan membaca pemahaman.
Pada bab ini, pembahasan kita akan lebih kita arahkan pada konsep-konsep Taksonomi Bloom ranah pertama, yaitu ranah kognitif. Mengapa demikian? hal ini dilandasi oleh pertimbangan bahwa untuk mengetahui kemampuan kognisi siswa dalam membaca (sebagai bagian dari pengukuran KEM) maka guru perlu dibekali pengetahuan tentang hal yang berkenaan dengan alat evaluasi kemampuan membaca (kemampuan kognisi dalam membaca) berikut cara-cara pengevaluasiannya.
Pelaksanaan penilaian kemampuan membaca yang berkaitan dengan ranah kognitif bisa dilakukan melalui tes. Tes macam apakah yang disarankan Bloom untuk menguji kemampuan membaca seseorang, akan diuraikan kemudian secara tersendiri.
Untuk sekedar tambahan informasi bagi anda, ada baiknya jika kita bicarakan selintas mengenai kedua ranah yang lain dari Taksonomi Bloom, yakni ranah afektif dan ranah psikomotor dalam kaitannya dengan pengajaran membaca. Berbeda dengan ranah kognitif , penilaian untuk kedua aspek yang terakhir ini tidak mempergunakan teknis tes, melainkan teknis nontes. Teknis nontes tersebut dapat berupa wawancara, angket, observasi, pertanyaan dan pernyataan dengan skala bertingkat dan lain-lain. Oleh karena tidak menggunakan teknis tes, penilaian dengan menggunakan teknis nontes sebaiknya dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung secara berkesinambungan.
Teknis nontes merupakan suatu alat penilaian yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan testi (Inggris: testee) dengan tidak menggunakan alat tes. Penilaian yang dilakukan dengan teknis nontes terutama bertujuan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan tingkah laku apektif dan psikomotor. Meskipun bentuk-bentuk teknis nontes ini banyak macamnya, namun dalam bab ini hanya akan dikupas beberapa buah saja yang dianggap cocok untuk mengukur tingkah laku afektif dan psikomotor aktivitas membaca siswa.
Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian nontes yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Mengapa dikatakan sepihak? Dikatakan sepihak karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan wawancara itu hanya berasal dari pihak pewawancara saja, sementara responden hanya bertugas sebagai penjawab. Ada dua macam bentuk wawancara , yaitu wawancara terpimpin dan wawancara bebas. Yang dimaksud wawancara terpimpin adalah suatu kegiatan wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan penanya. Sebaliknya dalam wawancara bebas, responden diberi kebebasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah dibuat si pewawancaranya.
Sekarang, mari kita lihat contoh-contoh pertanyaan wawancara, baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terpimpin.
Contoh pertanyaan wawancara bentuk bebas untuk mengukur tingkah laku afektif dan membaca siswa.:
1) Apakah anda melakukan aktivitas membaca pada setiap
harinya?
2) Rata-rata berapa lama anda membaca dalam satu hari?
3) Jenis bacaan yang bagaimanakah yang anda sukai?
4) Apakah anda berlanggana surat kabar, majalah, jurnal,
atau yang lainnya?Coba sebutkan !
5) Bagaimana perasaan anda jika dalam suatu hari anda
tidak melakukan kegiatan membaca?
Contoh pertanyaan wawancara terpimpin untuk mengukur tingkah laku apektif membaca siswa:
Pertanyaan Alternatif Jawaban
1)

Apakah kegiatan membaca merupakan bagian dari aktivitas anda sehari-hari? a)
Ya, tak pernah satu haripun terlewatkan
b)
tidak selalu, tetapi sering.
c) kadang-kadang saja
d)
sama sekali tidak pernah
2)
Berapa jam rata-rata anda membaca dalam setiap hari? a) lebih dari 4 jam
b) antara 2-4 jam
c) antara 1-2 jam
d) kurang dari 1 jam
3)

Jenis bacaan yang bagaimanakah yang paling anda minati? a)
bacaan ilmiah/non fiksi
b) bacaan sastra/fiksi
c) bacaan populer
Dari contoh-contoh pertanyaan wawancara di atas, guru akan dapat mengukur perilaku afektif siswa dalam kegiatan membaca dengan melihat kecendrungan jawaban yang diberikan siswa. Contoh-contoh pertanyaan tersebut diatas hanya merupakan sekelumit contoh saja, anda dapat mengembangkan sendiri pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai dengan informasi yang ingin anda ketahui. Perilaku afektif dan psikomotor siswa dapat dinyatakan dengan kriteria: sangat baik, baik, cukup, kurang, kurang sekali atau kriteria lainnya yang sejenis dengan itu.
Sekarang mari kita lihat teknis nontes yang lainnya
Pengamatan
Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah satu bentuk teknik nontes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu melalui pengamatan terhadap objeknya secara langsung, seksama dan sistematis. Teknis ini sangat cocok dipergunaakan untuk menilai atau mengukur kadar perilaku, baik kognitif, apektif maupun psikomotor. Demikian pula halnya untuk kepentingan penilaian perilaku membaca.
Untuk mengukur kemampuan membaca siswa, teknis tes rupanya lebih cocok digunakan ketimbang teknis nontes. Namun untuk mengukur sikap, minat dan kebiasaan membaca, barangkali teknis nonteslah yang lebih tepat dipergunakan. Salah satu alat penilaian yang bersifat nontes itu adalah kegiatan mengamati atau mengobservasi.
Ada dua macam jenis pengamatan yang biasa dipergunakan orang, yaitu pengamatan berstruktur dan pengamatan tidak berstruktur. Dalam pengamatan berstruktur, kegiatan pengamatan itu telah diatur sebelumnya. Isi, maksud, objek yang diamati, kerangka kerja, dan lain-lain,.telah ditetapkan sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan. Oleh karena itu , kegiatan pencatatan hanya dilakukan terhadap data-data yang sesuai dengan cakupan bidang kebutuhan seperti yang telah ditetapkan sejak semula. Lain halnya dengan pengamatan tak berstrukur, dalam melakukan pengamatannya, si pengamat tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setiap data yang muncul yang dianggap relevan dengan tujuan pengamatannya langsung dicatat. Dengan demikian, data yang diperoleh lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Perilaku siswa dalam keadaan seperti itu bersifat wajar, apa adanya dan tidak dibuat-buat.
Pengamatan berstruktur misalnya, dipergunakan untuk menilai keterampilan berpidato, keterampilan membaca indah (seperti membaca sajak, cerpen dan lain-lain), keterampilan berbicara dan sebagainya. Kerangka kerja yang perlu dipersiapkan untuk menilai keterampilan-keterampilan diatas, misalnya yang berkaitan dengan masalah lafal, diksi, intonasi, kepasihan, penampilan, ketatabahasaan dan lain-lain. Masing-masing komponen tersebut terdiri atas pernyataan-pernyataan penilaian yang bersifat kualitatif yang dapat diekuivalenkan dengan lambang-lambang kuantitatif.
Pengamatan tak berstruktur sangat cocok untuk menilai sikap, misalnya saja minat, motivasi dan kebiasaan membaca murid anda. Penilaian terhadap minat, motivasi dan kebiasaan membaca, antara lain dapat memperhatikan pernyataan-pernyataan berikut:
Bagaimana sikapnya jika menghadapi bahan bacaan?
(1) Seberapa jauh tingkat keterlibatannya dalam aktivitas
membaca?
(2) Apakah para siswa mengisyaratkan adanya suatu bukti
bahwa dilingkungan rumahnya terlibat dalam aktivitas
membaca?
(3) Apa hobinya ?
(4) Apa yang bisa dilakukannya pada waktu luang ?
(5) Apakah siswa anda menyukai buku-buku ?
(6) Apakah siswa anda memperlihatkan kemauan untuk
belajar membaca ?
Pengamatan guru terhadap perilaku afektif dan psikomotor siswa tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan sekolahnya saja, melainkan dimana saja dan kapan saja kita melihatnya.
Skala Bertingkat
Skala bertingkat lazim dipergunakan untuk mengukur kelayakan atau kecenderungan tertentu yang berkaitan dengan sikap, keyakinan, pandangan atau nilai-nilai yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini cocok digunakan untuk memperoleh data kualitatif tentang objek yang bersifat heterogen. Perilaku apektif dan psikomotor siswa dalam membaca tentunya tidak sama. Masing-masing mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda dengan keragaman perilaku apektif siswa dalam membaca ini akan sangat berpengaruh terhadap keputusan intruksional guru dalam proses belajar mengajar.
Untuk mengukur perbedaan-perbedaan sikap atau pandangan yang sifatnya bertingkat-tingkat itu dapat menggunakan alat ukur dalam bentuk skala, untuk kemudian dikuantitaskan. Skala bertingkat mempergunakan sistem angka yang disusun secara bertingkat. Penyusunan atau pengaturan tingkat kualitas ini dapat disusun dengan mengikuti urutan bertingkat dari yang paling positif (besar) hingga yang paling negatif (kecil) atau sebaliknya. Skala yang umum dikenal adalah skala Likert.
Silakan amati skala bertingkat dibawah ini !
5 4 3 2 1
sangat setuju setuju agak setuju tidak setuju sangat tidak setuju
Jarak antara angka yuang satu dengan yang lainnya itu sama. Setiap titik angka menyatakan atau mencerminkan kualitas sikap atau pandangan tertentu. Pilihan siswa terhadap salah satu alternatif pertanyaan tersebut akan mencerminkan tingkat sikap yang dimilikinya.
Berikut ini, mari kita lihat contoh skala bertingkat dalam bentuk pernyataan. Tentu saja anda dapat mencari contoh-contoh yang lainnya.
Pertanyaan 5 4 3 2 1
Untuk mengisi kekosongan jam pelajaran guru yang tidak bisa hadir, para siswa diwajibkan membaca di perpustakaan

Setiap siswa diwajibkan melaporkan sebuah buku cerita rakyat yang pernah dibacanya pada setiap akhir pekan kegiatan sekolah.
Skala bertingkat ini dapat pula dibuat dalam bentuk angket dan disampaikan dalam bentuk pertanyaan, seperti contoh dibawah ini.
1. Bagaimana cara anda memanfaatkan perpustakaan
sekolah ?
(a) Menyediakan waktu secara teratur dalam setiap
harinya untuk membaca di perpustakaa
(b) Berkunjung dan membaca di perpustakaan secara
khusus hanya pada hari-hari tertentu, empat hari
dalam seminggu
(c) Tidak pernah menyediakan waktu secara khusus
(d) Berkunjung dan membaca di perpustakaan jika ada
kesempatan atau ada tugas dari guru
(e) …………(cara lain, sebutkan)
2. Apa yang paling sering anda lakukan dalam
memanfaatkan waktu luang ?
(a) mengurus tama
(b) membaca
(c) berolah raga
(d) membantu orang tua
(e) ……………..




Cara Penilaian Membaca
Salah satu kegiatan yang ikut menentukan keberhasilan belajar mengajar (PBM) ialah penilaian, baik yang menyangkut penilaian program, kegiatan, dan hasil proses belajar mengajar. Lingkup kegiatan ini amat luas karena itu pada kesempatan ini perhatian dipusatkan pada penilaian terhadap kemajuan anak dalam PBM, terutama penilaian pelajaran membaca.
Sebagai pelaksana kegiatan pelajaran membaca di kelas III sampai kelas VI Sekolah Dasar penilaian tentu sangat berkaitan dengan tiap-tiap jenis teknik membaca.
1. Membaca teknis (Membaca Bersuara)
Dalam membaca teknis yang dinilai ialah :
a. Ketepatan ucapan atau lafal.
b. Ketepatan nada, irama, lagu, dan intonasi kalimat.
c. Kewajaran nada, irama, lagu, dan intonasi kalimat sebagai pemakaian
bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kelancaran siswa dalam membaca.
2. Membaca dalam hati (Membaca sekilas, memindai, intensif, ekstensif)
Hal-hal yang dinilai ialah :
a. Kemampuan siswa menangkap isi wacana, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
b. Kemampuan menceritakan kembali isi wacana dengan bahasanya sendiri/ kata-kata sendiri.
c. Kemampuan menemuan pikiran pokok setiap paragraf.
d. Kemampuan menemukan ide atau pengertian pokok wacana.
e. Kemampuan menjawab pertanyaan dengan lengkap.
f. Kemampuan mengatasi kebiasaan tidak efisien atau cacat dalam membaca.
3. Membaca bahasa
Hal-hal yang dinilai berkaitan dengan unsur-unsur kebebasan yang diperlukan
dalam membaca.
a. Ketepatan pemakaian kata (kosakata), struktur kalimat, dan penyusunan paragraf.
b. Pemakaian ejaan yang benar.
c. Pemakaian tanda baca yang tepat
4. Membaca indah (Apresiasi Sastra)
Hal-hal yang dinilai meliputi :
a. Pemahaman terhadap wacana.
b. Ketepatan ucapan atau lafal, nada, irama, lagu kalimat.
c. Kuat dan lemah, keras atau lambat suara (termasuk volume).
d. Penghayatan dan penjiwaan terhadap wacana yang dibaca.
e. Penampilan atau ekspresi pada waktu membaca.
5. Membaca bebas (Membaca Perpustakaan)
Penilaian terhadap membaca bebas hendaknya bersifat mendorong pribadi siswa/kelas dalam menumbuhkan kegemaran membaca. Guru memberikan tugas-tugas yang dapat memberikan gambaran keaktifan, ketelitian, dan kerajinan siswa. Yang dinilai antara lain hasil laporan bacaan, rangkuman isi wacana,hasil diskusi kelompok mengenai buku atau wacana yang dibaca, dan sebagainya. Dalam setiap jenis membaca, guru hendaknya telah mempunyai skala penilaian berdasarkan materi yang akan dinilai. Hal ini untuk memperkecil perasaan guru ikut dalam menilai, misalnya rasa suka / tidak suka sehingga menimbulkan kesan pilih kasih. Sebagai contoh saja, skala penilaian dalam menilai membaca teknis :
a. Ketepatan ucapan atau lafal. = 3
b. Ketepatan nada, irama, lagu, dan intonasi kalimat = 3
c. Kewajaran nada irama, lagu, dan intonasi kalimat sebagai pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari = 4
Jumlah = 10
Jadi, kalau siswa A dapat membaca teknis dengan baik dan mulus sesuai kriteria penilaian maka ia akan mendapat maksimal 10, dst. Perlu diperhatikan bahwa guru harus melihat tujuan dari tiap jenis membaca lalu membuat skala penilaiannya.
Penilaian keterampilan Membaca
Ada dua jenis penilaian membaca yang dapat digunakan dalam menguji kemampuan membaca siswa SD, yaitu tes pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana.
Tes Pemahaman Kalimat
Jenis tes ini biasanya digunakan pada kelas rendah, jenis tes ini terasa cukup sukar karena kemampuan membaca mereka masih terbatas, oleh karenanya dengan pertimbangan teknologi pembelajaran, ketika dalam menyusun tes pemahaman kalimat, guru harus memilih cara yang tepat agar tidak membuat siswa frustasi karena tidak mampu mengerjakan tes. Ada dua cara yang dapat untuk mengatasi masalah guru dalam menyusun tes pemahaman kalimat ini, yaitu menyajikan gambar dan menyajikan kata atau frase untuk pilihan jawabannya. Tes pemahaman kalimat ini biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami fungsi kosakata dan struktur dalam kalimat.

Tes Pemahaman Wacana
Tes pemahaman wacana dengan pertimbangan teknologi pembelajaran ini terdiri dari tes pilihan ganda dan tes isian rumpang. Tes pilihan ganda harus memperhatikan panjang pendeknya wacana yang dibaca sekaligus disertai dengan pertanyaan. Tes isian rumpang adalah tes pemahaman wcana yang disajikan dengan cara siswa diminta mengisi rumpang-rumpang dalam teks bacaan yang kata-katanya telah ditanggalkan.

1 komentar: