menerapkannya sejak tahun ajaran 2008. Elemen biaya apa saja yang digratiskan?
''Saya senang jika program pendidikan gratis berjalan terus-menerus dan konsisten,'' kata Nur Laila. Kegembiraan itu terwujud setelah pemerintah, melalui Menteri Pendidikan Nasional, menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar tingkat SD hingga SMP atau yang sederajat dan berstatus ''negeri''. Kebijakan yang diterapkan mulai awal tahun 2009 itu merupakan pengejawantahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Dalam Pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas disebutkan: "Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya." Pasal ini mempertegas amanat UUD 1945 hasil amandemen yang tercantum pada Pasal 31 ayat (2) yang berbunyi: "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya."Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Prof. Suyanto, mengemukakan bahwa seiring dengan kebijakan kenaikan kesejahteraan guru PNS dan kenaikan biaya operasional sekolah (BOS) sejak Januari 2009, semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah, kecuali sekolah bertaraf internasional (SBI) dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).
Untuk menjalankan kebijakan itu, pemerintah melalui APBN mengalokasikan dana bantuan kepada siswa SD di kota sebesar Rp 400.000 (dengan satuan ukur per siswa per tahun). Untuk siswa SD di kabupaten, besarnya Rp 397.000. Sedangkan untuk siswa SMP di kota Rp 575.000 dan bagi siswa SMP di kabupaten Rp 570.000.
Biaya satuan itu sudah termasuk untuk BOS buku. "Ada peningkatan 50% dari anggaran tahun lalu," kata Suyanto. Total biaya yang dikeluarkan untuk BOS pada tahun anggaran 2009 adalah Rp 6,2 trilyun. Besaran penerimaan provinsi atas anggaran itu bersifat proporsional,
disesuaikan dengan jumlah murid SD, SMP negeri, atau yang sederajat.
Dalam dunia pendidikan, ada tiga komponen biaya pendidikan, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal. Biaya
investasi meliputi biaya pembangunan gedung sekolah dan tanah sekolah.
Sedangkan biaya operasional meliputi biaya pengelolaan sekolah, seperti listrik dan air. ''Kedua jenis biaya ini ditanggung oleh pemerintah,'' papar Suyanto.
Tapi tidak demikian dengan biaya personal. Biaya personal merunut pada
pengertian: biaya yang harus dikeluarkan peserta didik agar dapat mengikuti pelajaran. Biaya personal meliputi uang jajan, uang seragam,
ongkos transportasi, uang sepatu, ongkos studi banding, dan sebagainya. "Ini semua ditanggung oleh wali murid," kata Suyanto.
Lebih jauh, Suyanto mengemukakan bahwa kebijakan itu berlaku bagi SD dan SMP negeri atau sederajat di seluruh provinsi di Indonesia. Namun
program kejar (kelompok belajar) paket A dan paket B tidak termasuk sasaran program ini.
Sementara itu, khusus bagi SBI dan RSBI, penyelenggara sekolah dapat
memungut biaya tambahan kepada orangtua siswa. Besarannya tergantung
kualitas yang hendak dicapai sekolah bersangkutan, yang idealnya
membutuhkan biaya tidak sedikit. Itu pun harus melalui proses
perundingan antara pihak sekolah dan orangtua murid. "Tapi tak boleh
dengan paksaan dan harus transparan," ucap Suyanto.
Perihal pengawasan program sekolah gratis ini, pemerintah menekankan
perlunya optimalisasi penerapan sanksi kepegawaian sesuai dengan
peraturan dan undang-undang yang berlaku, seperti pemberhentikan,
penurunan pangkat, dan mutasi kerja. "Pengawasannya diserahkan kepada
pemerintah daerah. Tapi bukan berarti pemerintah pusat lepas tangan,"
katanya.
Peran pemerintah daerah sangat penting dalam menerapkan kebijakan ini.
Selain termaktub dalam produk hukum sebagai disebut pada bagian awal
tulisan ini, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan menyebutkan: "Pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat."
Bentuk keterlibatan pemerintah daerah (pemda) dalam realisasi
kebijakan pendidikan gratis itu, menurut Suyanto, adalah dengan
membuat peraturan daerah yang sesuai dengan kebijakan BOS tahun 2009.
Pemda juga diwajibkan menambah kekurangan biaya operasional dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah bila BOS dari Departemen
Pendidikan Nasional belum mencukupi.
Pemda juga wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan
SMP swasta, sehingga siswa miskin bebas dari pungutan dan tidak ada
pungutan berlebihan kepada siswa mampu.
Kisah Sedih di balik pendidikan gratis
berdasarkan kebijakan pemerintah kini Dewi Febriani
bisa bersekolah dengan gratis. Sekolahnya pun betul-betul melarang
pungutan ini-itu. Berbanding lurus dengan itu, Febri merasakan, kini
di sekolahnya tak ada lagi kegiatan belajar-mengajar tambahan dan
lembar kerja siswa. Latihan belajar pun kurang. Bahkan kegiatan
ekstrakurikuler dihapus.
''Guru jadi malasan-malasan mengajar. Murid diberi tugas, lantas
ditinggal, atau murid yang pintar diminta mengajar,'' kata Febri
dengan nada datar. Tapi, ndilalah-nya, Febri juga mengaku senang
karena jam sekolah terasa jadi lebih singkat. ''Pulang cepat terus,''
katanya.
Belajar Hingga ke Gowa
Realisasi kebijakan pendidikan gratis di daerah bisa beragam
bentuknya. Yang menarik adalah program yang diterapkan di Kabupaten
Gowa, Sulawesi Selatan. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa, Idris
Faisal Kadir, mengatakan bahwa sejak 2008, daerahnya menerapkan sistem
pendidikan gratis mulai jenjang SD hingga SLTA.
Lewat Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 4/2008, kepala sekolah
atau guru dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada
orangtua siswa. ''Sepersen pun siswa tidak boleh dipungut bayaran,''
kata Idris.
Jenis-jenis pungutan yang dilarang itu dijabarkan dalam 14 poin
sebagai berikut: bantuan pembangunan, bantuan dengan alasan dana
sharing, pembayaran buku, iuran pramuka, lembar kerja siswa, uang
perpisahan, uang foto, uang ujian, uang ulangan/semester, uang
pengayaan/les, uang rapor, uang penulisan ijazah, uang infak, serta
segala jenis pungutan yang membebani siswa dan orangtua.
Bahkan siswa SD sampai SMA negeri di Gowa tidak diwajibkan datang ke
sekolah mengenakan seragam ''konvensional'' dan sepatu. Sebab komponen
busana itu dianggap sangat pontensial menimbulkan pungutan. Dengan
begitu, siswa yang tidak memiliki seragam tetap diperbolehkan masuk
sekolah dengan pakaian bebas dan rapi.
Untuk membiayai 126.643 siswa SD hingga SMA dan yang sederajat,
Pemerintah Kabupaten Gowa menambah alokasi bantuan operasional sekolah
(BOS) dengan menyisihkan dana Rp 13 milyar yang diambil dari APBD.
Sebanyak Rp 9,5 milyar dialokasikan untuk mendukung program BOS.
Sedangkan sisanya, Rp 3,5 milyar, digunakan untuk tunjangan
kesejahteraan guru dan kepala sekolah.
Jumlah SD-SMA negeri di Gowa adalah 632 sekolah, termasuk 60 sekolah
swasta. ''Sekolah swasta tidak diharuskan menerapkan sistem pendidikan
gratis ini,'' ujar Idris. Sementara itu, Bupati Gowa, Ichsan Yasin
Limpo, mengemukakan bahwa pihaknya juga mengawasi dan memberi sanksi
tegas kepada kepala sekolah maupun guru yang melanggar aturan main
pendidikan gratis itu.
Sejak Kabupaten Gowa mencanangkan program pendidikan gratis pada Maret
2008 itu, terhitung beberapa kasus pelanggaran diselesaikan dengan
tegas. Suka'a, Kepala SD Inpres Sicini, Kecamatan Parigi, dipecat dari
jabatannya karena tercium mengorganisasikan pembelian buku pelajaran
untuk murid. Juga ada guru honor di SMPN 2 Bontomarannu yang
diberhentikan karena dianggap melakukan kerja sama dengan salah satu
toko untuk pembelian buku lembar kerja siswa.
Kabupaten Gowa juga mencopot Kepala SMPN 1 Pallangga karena memasukkan
dana BOS ke rekening pribadi. Selain itu, Kepala SMPN 3 Pallangga
dicopot dari jabatannya karena tidak menuntaskan pembangunan unit
sekolah baru yang dananya berasal dari bantuan Bank Dunia. ''Kami
tidak ragu untuk tegas,'' kata Ichsan.
Tidak mengherankan jika penerapan pendidikan gratis di Kabupaten Gowa
menjadi panutan dan bahan studi banding untuk daerah-daerah lain di
Nusantara yang mulai atau hendak menerapkan program serupa.
0 komentar:
Post a Comment